Pada masa jayanya, Pasar Poncol seolah menjadi tujuan utama bagi para pemburu barang-barang bekas berkualitas dengan harga miring.
Calon pembeli seolah tidak perduli dengan label ‘sarang copet’ yang melekat di pasar yang terletak berdampingan dengan stasiun Kereta Api Indonesia (KAI) Pasar Senen ini. Bahkan saking sudah terbiasanya, beberapa dari pencopet tersebut tidak jarang secara terang-terangan menjual kembali barang yang ia copet di Pasar Poncol. Selain rawan copet, kondisi Pasar Poncol saat itu masih berlasakan tanah dan tak jarang jalanan becek setelah diguyur hujan.
Kedua hal yang membuat tidak nyaman pada saat itu seolah menjadi hal yang biasa dan tidak menjadi satu hal yang perlu diributkan. Bukannya menurunkan minat pembeli, masyarakat justru semakin antusias dan tidak pernah berhenti berdagangan setiap harinya.
Sukses menjadi legenda menjadi pasar yang menawarkan barang loak pada masanya. Kini seiring dengan perkembangan jaman, membuat banyak pasar tradisional bertumbuh bahkan banyak pasar baru dan pusat perdagangan yang lebih modern dan menawarkan kualitas barang yang jauh lebih baik di Jakarta.
Namun, perkembangan teknologi yang menyebar di seluruh penjuru bumi tersebut tidak lantas melumpuhkan aktivitas jual beli di Pasar Poncol hingga kini.
Lalu apa yang membuat Pasar Poncol tidak pernah ditinggalkan pembelinya di tengah banyaknya pasar-pasar baru yang menawarkan barang yang yang lebih bagus dan lokasi yang jauh lebih nyaman.?
Jawabannya, kembali lagi ke karakter pembeli yang membawa Pasar Poncol tetap menjadi Pasar Loak terbesar nomor satu.
“Di sini variasinya lebih banyak dan harganya jauh lebih murah di banding tempat lain,” ujar Hendra, seorang pembeli di lokasi.
Hendra mengaku memilih berbelanja ke Pasar Poncol karena memang barang yang ia cari sudah pasti ada di sana. Bahkan barang tersebut di bandrol jauh lebih murah di banding tempat lain yang menawarkan barang yang sama. “Syukur-syukur bisa lebih murah lagi kalau kita bisa nawarnya mah,” kata dia.