Selanjutnya seiring berjalannya waktu, kondisi Mal Blok M secara perlahan terus mengalami penurunan. Bahkan kondisi ini diperparah seiring dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masa Covid-19 yang melanda negeri beberapa tahun lalu. Kondisi ini seolah meruntuhkan citra Mal Blok M dan membuat pengunjung sepi secara ekstream.
Tidak menutup kemungkinan gempuran persaingan jual beli online menjadi faktor kuat yang cukup menyisihkan Mal Blok M dari tahtanya. Kegiatan belanja online bahkan tidak hanya memperngaruhi mal Blok M tapi hampir seluruh sistem perdagangan secara offline di seluruh wilayah Jakarta bahkan seluruh Indonesia.
Namun, tentu itu tidak serta merta menjadi alasan mutlak kenapa Mal Blok M bisa sekarat dan tidak lagi menarik bagi masyarakat.
Entah apa yang terjadi, Mal ini tidak sepi ditinggal oleh pengunjung tetapi juga oleh para pedagang yang biasanya mencari pendapatan di sana. Mal Blok M yang ada saat ini tinggal kerangka tanpa nyawanya yang dulu membara. Api itu seolah padam menyisakan abu yang siap ditiup angin kapan saja.
Dengan kondisi ini, Mal Blok M yang dulu sangat padat dari pedang dan pelanggan kini menghilang. Karena tidak adanya pelanggan yang datang membuat omset para pedagang turun secara drastis. Ironisnya, penurunan angka jual beli ini membuat beberapaa pedagag memilih untuk menyerah dan menutup toko.
“Kita sempat bertahan dan berharap masih ada orang yang datang. Tapi lama kelamaan kok makin sepi ga ada orang,” ujar Kean (37), seroang pedagang yang masih bertahan hingga kini.
Melihat satu persatu pelanggan meninggalkan Blok M membuatnya cukup sedih. Pasalnya, Mal yang dulu ramai kini sepi dan seperti ‘kuburan’. Dari puluhan toko yang ada, hampir tidak ada lagi yang buka alias tidak lagi beroperasi. Kini ia memilih untuk menjual baju-baju bekas layak pakai atau thrifting yang memang menjadi pilihan anak muda saat ini dari sisi fesyen.
“Tadinya kita punya toko di sini dan jualan celana jeans, tapi karena makin sepi dan ga nutup biaya operasional yaudah kita mulai jualan baju thrifting,” ceritanya.
Diakuinya dengan mengubah haluan, masih ada pelanggan yang mau mampir meskipun tidak berbelanja dengan jumlah yang banyak. Setidaknya, Mal ini masih ada aktivitas dan benar-benar mati.