Pasar Tanah Abang: Memandang Ke Sisi Ekonomi Tersembunyi yang Menakjubkan
Tanah Abang, sebuah ikon perdagangan di Jakarta Pusat, memiliki cerita panjang yang melibatkan sejarah, tradisi, dan perubahan zaman. Bagi banyak orang, khususnya warga Jakarta, pasar ini bukan sekadar tempat berbelanja, melainkan juga cerminan ekonomi akar rumput terbesar di Asia Tenggara.
Setiap tahun, menjelang perayaan Idul Fitri, pasar ini menjadi sorotan utama. Masyarakat ramai-ramai datang untuk berburu busana baru dan keperluan lebaran lainnya.
Tradisi ini telah tertanam kuat, menciptakan magnet tak terbantahkan yang mengundang orang dari berbagai penjuru. Pasar Tanah Abang menjadi tempat tidak hanya untuk berbelanja tetapi juga merasakan denyut nadi ekonomi lokal.
Tradisi yang Mengakar Kuat Sejak Abad Ke-18
Sejarah pasar ini dimulai pada tahun 1733, ketika seorang pejabat VOC berinisiatif mendirikan pasar di Weltevreden, yang kini dikenal sebagai Pasar Senen.
Justinus Vinck, sang pejabat, melihat potensi pasar di daerah selatan Batavia yang sedang berkembang pesat. Izin pendirian diperoleh pada tahun 1735, menandai awal dari apa yang sekarang menjadi Pasar Tanah Abang.
Awalnya, pasar ini hanya menjual barang kelontong dan tekstil di Bukit Tanah Abang. Namun, selama era kolonial Belanda, kawasan ini juga menjadi tempat persinggahan petani dan peternak yang membawa hasil perkebunan dan ternak melalui kanal-kanal.